Rabu, 13 Januari 2016

yayan


masih teringat saat itu…


mengunggu bagasi di koveiyor bandara supadio. dengan riangnya anak kecil berkaus merah nyamperin saya, glendotan dan menggil-manggil nama saya berkali-kali. saya hanya mikir, ini pasti famili saya, tapi siapa anak kecil ini?? anaknya siapa? siapa namanya? pertanyaan belum terjawab, tak lama kemudian, seorang gadis kecil menghampiri kami dengan lakuan yang sama..

itu memori saat saya pertama kali ke pontianak, sekitar tahun 2007, hampir sepuluh tahun yang lalu. sekarang… anak-anak itu telah tumbuh remaja. ada yang udah kuliah, ada yang masih sma, dan ada yang masih smp. yayan, puput, dan wisang…

dulu yayan yang paling antusias akan kedatangan saya. kemana saya diajak jalan ama saudara kembar, dia selalu ikut. tak terkecuali saat kami mengunjungi tugu nol kilometer. kami puas ambil foto-foto di dalamnya, di tepian sungai kapuas, daaann in everywhere

dari sekian banyak cucu trah sastroredjo, dia seorang yang pandai memainkan alat musik. mulai dari organ tunggal sampai dengan gitar. bakat musiknya udah mulai terlihat saat kecil. saat saudara kembar saya menikah, dia yang menghibur para tamu dengan suara melengkingnya. selain itu, diusianya yang masih sangatlah muda, udah sering ‘ngamen’ di kafe-kafe kota khatulistiwa. anak kampus pun sering ngajak dia manggung ke luar kota, kata bulik.

pertemuan kemaren dengan yayan saat arisan di rumah saudara kembar saya, mmmh, ternyata dia udah besar. berubah banget gaya penampilannya dibandingkan pada saat terakhir saya berkunjung ke pontianak. sementara adiknya, puput, sudag jadi gadis remaja yang sebagian waktunya didedikasikan untuk mengurus bulik yang udah mulai sakit-sakitan. wisang? masih nice hehee.. anak baik.


jadi penasaran, akan seperti apa anak-anak sepupu bila saya ada umur panjang dan berkesempatan untuk mengunjungi pontianak lagi?



nenek-nenek main tenis



salah satu bulik saya...


adiknya ibu, diusianya yang dapat dibilang tidak muda lagi #yaeyalah masih aktif main tenis lapangan. setau saya memang itu adalah olah raga kesukaan beliau. saya salut banget dah. yang masih muda gini aja ga bisa mainnya haha..

dulu saat saya masih duduk di sekolah dasar, sering dikirimin foto-foto beliau saat bertanding dengan teman-temannya. dengan rok mini ala yayuk basuki (kayanya sih itu jamannya hehe), masih cekatan dalam mengayunkan raket di tengah lapangan. warbiyasyakkk.

kemaren saat saya main ke pontianak pun, beliau masih minta dianterin ke lapangan untuk tanding. “masuk semifinal, yakin sih bisa ke final..” katanya. saya lihat sih, yang main yaa seumuran beliau lah heee. udah pada punya cucu mungkin.

yaa, selamat bertanding lah bulik. jangan diforsir…




famili di pontianak

keluarga besar saya...


selain di malang, juga di pontianak. dahulu kala, anak pertama mbah kung dan mbah uti saya (pakde) ada dapat penempatan di kerja di pontianak untuk jangka waktu yang lama. karena itu, seiring berjalannya waktu, pakde membawa serta adik-adiknya (saudara ibu saya) untuk ikut tinggal, sekolah, dan mencari kerja di sana.


pakde, paklik, bulik, semua udah pada berkeluarga. ada yang nikah dengan orang jawa juga, ada yang nikah dengan orang pontianak asli (al-kadrie), dan ada pula yang nikah dengan orang keturunan china. mmm, tionghoa ama china ya? hehe. whatever lah, sebenarnya sama aja. di dunia lain selain indonesia pun nyebutnya china kok. so, saya pikir tak apa bila penyebutannya seperti itu. yang penting kita tetap saling menghormati dan menghargai antar sesama manusia #tsahh..

kalau harus nyebut tionghoa, banyak yang harus dirubah beberapa penyebutan lokasi-lokasi yang telah ada. orang rombongan kereta, mas arief burhan dkk tak pernah lagi turun di stasiun pondok cina, karena udah berubah menjadi pondok tionghoa hihih.. tak ada lagi bidara cina, tak ada lagi pecinan.. semua telah berubah menjadi bidara tionghoa, dan pe-tionghoa-an. halah..


famili di perantauan, setiap bulan sekali mengadakan kumpul trah yang dibungkus dalam acara arisan. trah yang dipakai adalah trah dari mbah akung saya, sastroredjo. entah lupa kepanjangannya hehe. bersyukur banget mereka masih sering ketemu sebulan sekali. biar istilah orang jawa "kepaten obor" tidak terjadi. 

tau istilah kepaten obor? iya, maksudnya adalah biar persaudaraan tetap terjaga, tetap tersambung, tidak terputus/diputus/dimatikan seperti obor yang telah dinyalakan. #ribet hahaha.


pas saya datang ke sana, kebetulan yang dapat jatah ketempatan arisan adalah rumah saudara kembar saya. hasiiikkk.. seneng bisa ngumpul dengan keluarga kesar pontianak. rasanya udah lama banget engga ketemu mereka. bude, bulik-bulik, saudara sepupu saya. kangen. 

kejutannya adalah, saudara sepupu saya udah pada punya anak, yaaa seusia anak-anak saudara kandung saya di sana. ada yang nyebutnya mas, ada mba, ada koko hehe. jarang denger sebutan koko di keluarga ini. rasanya beragam dalam kebersamaan :D



saudara kembar

dihari yang dijadwalkan...


saya ijin boss faesal untuk pulang lebih awal dari kantor, untuk keperluan mengantarkan mbah uti ke pontianak. dapat pesawat siang, jadi udah dipastikan engga bisa sholat jumat di bandara.

dari rumah berangkat jam 8.30 wib dengan menggunakan grabcar, layanan rental mobil online dari grab. alhamdulillah dari grabcar dapat avanza baru haha.. bisa nyobain dah mobil sejuta umat keluaran toyota tersebut. sopirnya ramah, dan tarifnya juga bersahabat. untuk rumah sampai bandara soetta, dibanderol dengan tarif Rp150k. engga ketar-ketir lagi kalau macet, karena tarif udah flat. untuk taksi biasa sih, rata-rata Rp170k, belum termasuk bayar tol.

sampai di bandara sempat makan siang dulu di restoran cepat saji, aw. ada pesan paket ricebowl gitu, plus ayam goreng, telur ceplok, ama sup. mbah uti makan sup ama nasi aja udah kenyang. yawda, ayam goreng saya yang habisin hahaha.. cuz rada spicy gitchu. kenyang!!

perjalanan jakarta - pontianak memakan waktu satu jam dan tiga puluh menit. kakak pertama saya janji mau jemput setibanya kami di bandara supadio. asikk..

pas landing, ada sms dari saudara kembar kalau dia baru parkir di bandara. loh kok jadi dia yang jemput? padahal mobil dia lebih mungil daripada mobil kakak saya, sedang bagasi yang saya bawa dari jakarta bis dibilang rada banyak. hmm.. tak apalah.
pas udah di mobil, alamak, ternyata lcgc agya itu lapang bangettt. udah hopeless aja sebelumnya. mungkin jok yang tipis, begitu pula doortrimnya, yang membuat kabin agya jadi sedemikian lapang.





Senin, 11 Januari 2016

mbah uti dateng

ini kali pertama...


mbah uti malang dateng ke jakarta, setelah adanya mas danish di rumah. seneng banget tentunya akan kehadiran beliau. udah lama mas danish pengen ditengok mbah utinya. walau mungkin nanti engga sering gendong atau apa, karena mas danishnya endut, dan mbah utinya kuyus hehe..

saya jemput beliau di stasiun jatinegara. kereta gajayana yang membawa beliau jadwal tiba pukul 3.50 wib menjelang shubuh. saya sudah siap di stasiun dari pukul 3.30 wib. karena kasian kalau mbah uti harus nunggu lama di stasiun.

tapi hari itu, rupanya ada gangguan sinyal di stasiun cakung. semua kereta terlambat, baik yang commuterline lebih-lebih kereta jarak jauh. hmm.. nunggu dan menunggu, melihat datang dan perginya kereta satu persatu. dan alhamdulillah pukul 8.00 wib udah tiba. kereta terlambat empat jam dari yang dijadwalkan.


mbah uti datang sendirian karena mbah akungnya udah 'awang-awangen' kalau pergi jauh. alhamdulillah sih beliau engga ikut ke jakarta hari itu, mengingat kereta yang terlambat sedemikian lama.


selama di jakarta engga kemana-mana sih hehe.. kasian juga. paling ada liburan mbah uti saya ajak jalan putar-putar kota. mampir ke beberapa tempat perbelanjaan, barangkali ada yang nyangkut. hehe..

selepas dari jakarta, mbah uti saya anter ke pontianak. saudara kembar saya yang disana menginginkan mbah uti disebrangkan sekalian ke pontianak, "kan tinggal deket ini", katanya. okelah.. 



Minggu, 10 Januari 2016

dieng, negeri di atas awan


Sebenarnya, udah lama saya berkeinginan...


untuk mengunjungi sebuah negeri di atas awan, dieng.  Daerah yang masih menjadi bagian dari Wonosobo itu, memiliki ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut, sehingga tak heran bila suhu udara di sana rata-rata berkisar antara 10°C sampai dengan 20°C. ini kali pertama, pengatur suhu dengan mode hangatnya si ganteng pica digunakan. karena bila pakai ac, brrrr... ga kuku saya.



Menjelang akhir tahun 2015 lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi dataran tinggi Dieng. Dalam kondisi normal, mengunjungi Dieng dari Jakarta dapat ditempuh tak lebih dari sembilan jam perjalanan santai. Rute yang saya tempuh setelah keluar tol Pejagan di Brebes, ambil arah ke Purwokerto – Banjarnegara – Wonosobo. Dari kota Wonosobo, masih butuh satu jam perjalanan ke arah Dieng. Beruntungnya, infrastruktur jalan menuju Dieng cukup bagus, sehingga memudahkan perjalanan wisata yang didominasi rute menanjak.
 

Tak perlu khawatir, ada beragam pilihan penginapan di Dieng. Tidak ada hotel sih, namun hanya berupa homestay yang bersih dan cukup nyaman dengan tarif berkisar Rp200ribuan. Bila Anda berkeinginan untuk mengunjungi Dieng, ada baiknya untuk melakukan pemesanan homestay sebelum hari keberangkatan. Karena untuk hari-hari tertentu, dapat dipastikan penginapan telah penuh dengan wisatawan yang berniat untuk melihat beberapa festifal yang diselenggarakan di sana. Satu lagi, saat reservasi pastikan penginapan telah dilengkapi dengan air panas bila Anda tidak ingin mandi dengan air yang layaknya es.

Untuk wisata… selama di Dieng, Anda dapat mengunjungi beberapa objek wisata. Dari yang paling umum seperti candi-candi yang tinggal jalan kaki untuk menjangkaunya, juga ada danau Telaga Warna dan danau Pengilon. Selain itu, bila memiliki banyak waktu, Anda juga dapat menikmati indahnya matahari terbit dengan melakukan tambahan perjalanan kurang lebih 30 menit dari ‘kota’ Dieng di pagi buta. 


Bila keluar dari penginapan untuk mengunjungi lokasi-lokasi wisata tersebut, jangan lupa untuk membawa payung atau jas hujan. Cuaca Dieng sangat mudah berubah, kadang mendapatkan anugerah sinar matahari sehingga membuat suhu menjadi lebih hangat, namun tetiba dapat berubah dengan turunnya kabut yang disertai hujan. Perubahan kondisi – tidak hujan – turun hujan – berkabut  – hilang kabut – silih berganti dengan cepatnya. Menikmati perubahan kondisi tersebut dari balik jendela kamar penginapan, dengan mengabadikannya menggunakan kamera atau handycam, hmm.. boleh juga. Dengan begitu, Anda dapat merasakan negeri yang seolah-olah di atas awan, karena kabut benar-benar di depan mata. 

Fasilitas di dataran tinggi Dieng dapat dibilang memadai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk ‘kota’ wisata sekecil itu, selain telah tersedia deretan homestay, juga tersedia masjid besar, tempat makan, toko kelontong, ATM dan satu minimarket Ind*mart. Transportasi umum menuju dan keluar dari Dieng, juga tersedia. Ada bus dengan ukuran mini yang siap mengantar Anda, dari pagi hari sampai dengan malam hari.


Untuk kuliner, anda patut untuk mencoba makanan khas Dieng/Wonosobo, yaitu mie ongklok. Mie ini disajikan dalam mangkuk kecil dengan kuah kental ala sagu, yang rasanya lebih cenderung manis. mie ongklok biasa dimakan dengan beberapa tusuk sate ayam empuk. mmm, untuk mie ongkloknya, jujur saya kurang selera, karena masih aneh untuk lidah saya. Selain itu, anda juga harus mencicipi tempe kemul. Bukan tempe yang digoreng dengan lumuran tepung biasa, namun tepungnya lebih cenderung kranci karena digoreng lebih lebar daripada tempenya. menurut saya lebih cocok untuk disebut peyek tempe hihihi.. 


So, kapan Anda mengunjungi Dieng?  



berbagi



Di Amerika, pengusulan anggaran lebih mementingkan pada pendekatan dialog”, 
 cerita bang Maru di tengah acara bagi ‘oleh-oleh’ dari Atlanta. 

“…. bahkan sampai dengan masalah ular melintas di jalan pun, di singapura diatur, apakah itu merupakan kewenangan dari Kementerian Lingkungan Hidup atau Kementerian Perhubungan”,  
ulas mas Azzam dan mas Faesal dalam kegiatan bagi ‘oleh-oleh’ dari Singapura.

Ajang berbagi ‘oleh-oleh’ seperti di atas merupakan salah satu kegiatan yang sangat saya suka. Eits.. Mengapa saya menyebutnya oleh-oleh? Karena sebagai budaya di negara kita, setiap kita melaksanakan perjalanan, yang diminta pertama kali adalah oleh-olehnya. Haha… Tak apa sih, karena oleh-oleh tidak harus berupa materi, namun oleh-oleh dalam bentuk bukan materi jauh lebih berkesan dan bermanfaat, yaitu oleh-oleh pengetahuan dan pengalaman (sharing knowledge). 

Jika dilaksanakan secara berkesinambungan, kegiatan sharing knowledge dimaksud tentunya sangat bermanfaat, baik bagi pemberi sharing maupun penerima sharing. Selama ini, banyak di antara rekan kerja kita di Bagian Perencanaan yang melakukan short course, study visit, atau mungkin mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) di BPPK. Penggalan-penggalan kalimat dalam acara sharing knowledge atas hanya beberapa saja. Selama saya bergabung di bagian ini, telah banyak kegiatan short course, study visit, atau diklat yang diikuti oleh segenap pegawai, baik di dalam maupun di luar negeri. 

Bekerja sebagai seorang perencana, wajib hukumnya memiliki pengetahuan yang luas. Karena sedikit atau banyak pengetahuan yang dimiliki, akan bermanfaat dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Bukan hanya pengetahuan di bidang keuangan saja, seperti dalam hal merencakan, menganggarkan, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkannya, namun jauh lebih luas daripada itu. 

Dari sisi pemberi sharing, kegiatan sharing knowledge akan memantapkan pengetahuan dan pengalaman yang telah didapatkannya. Dengan kata lain, kegiatan ini merupakan media untuk mengulang kembali apa-apa yang telah diterima dalam short course, study visit, atau diklat yang diikuti, dan membaginya dengan pegawai yang lain. Tidak ada ruginya loh berbagi pengetahuan dan pengalaman. Karena pada dasarnya, berbagi pengetahuan dan pengalaman tidak sama dengan berbagi uang. Bila kita berbagi uang, maka semakin kita membaginya ke banyak orang, maka akan semakin habis uang kita. Namun bila berbagi pengetahuan dan pengalaman, yang kita bagi tersebut semakin meresap dalam jiwa, dan akan semakin banyak yang mengetahuinya. #tsaaahh.. 

Satu lagi, dengan membudayakan sharing knowledge, juga merupakan salah satu sarana pembelajaran bagi pemberi sharing. Pegawai yang telah mendapatkan penugasan untuk melaksanakan short course, study visit, atau diklat, akan balajar untuk mempresentasikan apa-apa yang telah didapatkannya selama kegiatan. Bagaimanapun, presentasi yang baik dan menarik bagi audience, memerlukan teknik dan latihan berkelanjutan. 

Dari sisi penerima sharing, kegiatan dimaksud tentunya akan menambah pengetahuan dan sedikit banyak akan dapat merasakan pengalaman baru yang sama dengan pemberi sharing. Ini adalah hal yang baik. Oleh karena itu, yuks budayakan berbagi atas apa yang telah kita dapat dari short course, study visit, atau diklat yang telah kita ikuti, karena akan sangat banyak manfaatnya bagi semua.