Senin, 09 September 2013

selepas hujan dimalam itu..


setelah selesai acara sabtu malam di kawasan cikini - jakarta pusat, saya meluncur ke arah kampung melayu - jakarta timur. di tengah perjalanan, diguyur hujan yang cukup lebat, hingga banyak kendaraan yang mengurangi laju kendaraannya. sampai di salemba menuju flyover matraman, macet parah karena banyak kendaraan roda dua yang parkir di bawah flyover.


setelah terbebas dari kemacetan di matraman, melaju lagi dengan tetap membatasi kecepatan ke arah kampung melayu... cukup lengang karena sudah tengah malam. saat itu saya tidak sendirian, ada isteri di samping saya, dan di bangku belakang ada ade saya, didit beserta tunangannya, pipit. ada mba ida juga, mamanya didit.

jalan kembali melambat saat sampai di sekitar terminal kampung melayu. hujan lebat tadi sudah menjadi gerimis tipis, dan menyebabkan genangan pada jalan yang berlubang. ada beberapa grand max biru muda yang membelok masuk ke arah terminal, ada pula yang berhenti tepat di sekitaran bawah flyover kampung melayu dengan memakan beberapa lajur jalan. dengan masih jalan perlahan... sampai mata saya tertuju pada dua sosok laki-laki dan perempuan di tepi jalan berjalan ke arah otista.

perempuan tua, dengan jarit bermotif batik lusuh di bagian bawah, dan kemben lengan panjang warna merah muda yang sudah mulai kusam, serta mengenakan kerudung cokelat tua di bagian atasnya. bapak tua, dengan celana dan baju model sakera warna hitam, berkaos putih di dalamnya, serta memakai topi pada bagian kepalanya. saya tidak memperhatikan apakah mereka memakai alas kaki atau tidak. 

bapak tua itu membawa karung besar atau sejenisnya, yang dipanggul di lengan kirinya. "seorang pemulung" pikir saya saat itu.. sementara perempuan tua yang berjalan bersamanya, memegang bagian dari lengan kanan si bapak tua. keduanya berjalan perlahan, tertatih diusianya..

"lihat itu, yang..." kata saya ke istri sambil menunjuk apa yang saya lihat.

suasana malam selepas hujan... saya sangat menyukainya. berawal dari medan, saat saya dinas di kota itu sekitar tahun 2006 lalu, bersama wildan dan mba yulia, teman dari kantor pusat pajak. selepas makan di sebuah mall dekat hotel malam-malam waktu itu, hujan turun dengan lebatnya, sehingga kami memutuskan untuk sekedar cuci mata dengan berkeliling mall. malah wildan mengajak saya untuk naik roller coaster di play ground mall tersebut. hehe.. memang masih seperti anak-anak.
setelah hujan reda, kami jalan kaki ke hotel, melewati sebuah taman kota dengan rindang pepohonan dan kolam air mancur di satu sudutnya. melihat pantulan cahaya lampu taman oleh sisa air hujan yang menempel dedaunan, pantulan cahaya lampu kendaraan di aspal jalan... indahnya. damai rasanya, saya suka! dari sana, sampai saat ini saya sangat menikmati suasana hujan, apalagi selepasnya. 

tapi suasana malam hari selepas hujan untuk sabtu malam itu, menyisakan kesedihan di hati saya. dua orang renta, berjalan tertatih di pinggir jalan, dengan membawa barang segitu besar. saya tidak menanyakan apakah mereka sudah makan malam ini, kemanakah hendak mengajak kaki melangkah, dimana anak-anaknya jika mereka punya, mengapa harus berjalan dilarut malam, apakah tidak takut dengan beragam kejahatan di jalanan ibukota, dimana mereka akan beristirahat nanti... dan banyak pertanyaan lain yang ada dalam benak saya.

bukan ibu-ibu yang menggendong anak kecilnya di atas metromini dan memainkan alat musik dari bekas tutup minuman botol, atau bapak-bapak dengan muka memelas memakai baju koko lusuh plus peci hitam yang 'pura-pura' bisu menggerak-gerakkan mulut dan tangannya seolah-olah belum makan hari ini, atau pula anak kecil yang membagikan amplop dan menyanyi dengan suara yang engga jelas... bukan mereka yang membuat saya terenyuh. bukan!

saya lebih melihat seorang renta yang masih setia dengan gerobak penuh dengan barang keperluan sehari-hari (sapu lidi, sapu ijuk dan teman-temannya), seorang nenek yang menjual asinan digendongan atau ditaruh ditampah diatas kepala dan berkeliling perkampungan, seorang kakek yang menjajakan mainan tradisional yang belum tentu laku setiap harinya.. termasuk kedua renta yang saya lihat malam itu.

sangat terlihat siapa yang malas dan siapa yang tetap gigih berusaha walau usia telah senja.

"ko tidak naik angkot saja?" tanya istri saya.
"angkot pada engga mau karena bawaan saya besar dan kotor.." #jleb!

sedih saya mendengarnya, dan hanya suara tersendat istri yang saya dengar setelah meninggalkan mereka menuju tempat parkir. setelah lama kami parkir, dan melanjutkan kembali perjalanan di tengah malam itu ke duren sawit, kurang lebih 500 meter dari tempat kami bertemu, saya melihat mereka sedang duduk istirahat di sebuah trotoar. ya Robb... gimana perasaan saya, bila saya menjadi mereka saat itu. akankan tetap sabar beriman kepadaMu atau malah sebaliknya dengan menyebut bahwa Engkau tidak adil? bayangkan bila mereka adalah orang tua kita, atau saudara kandung kita. ya Robbana, ampuni hamba. astaghfirullohal adhim.. nauzubillahi mindzalik.

dan saya mulai berfikir.................

kemana pajak kita selama ini? kemana zakat kita, infaq kita yang kita keluarkan setiap bulan? atau jangan-jangan kita malah belum mau mengeluarkan zakat atau infaq sama sekali? mereka adalah tanggung jawab kita bersama. percayalah, apa yang kita punya sebagian adalah hak bagi mereka. mereka berhak untuk memiliki apa yang kita punya, melalui zakat dan infaq yang kita tunaikan setiap bulan. apa yang kita punya, tentulah bukan hanya atas jerih payah kita, tapi juga lebih banyak karena rahman dan rahimnya Yang Di Atas.. berzakat, tunaikan hak mereka!

-------------
ilustrasi dari bbc.co.uk


Tidak ada komentar:

Posting Komentar